Kajian Ramadhan : Dr. Saad Ibrahim. MA,

Rabu, 15 Agustus 2012 11:20 WIB   Fakultas Pertanian-Peternakan



Kajian ramadhan : Saad Ibrahim memberikan ceramah pada acara buka bersama FPP

 

 

Fakultas Pertanian-Peternakan (FPP) menggelar buka bersama sebagai wujud untuk mempererat tali silaturahmi dan persudaraan diantara dekanat, dosen, karyawan, dan tenaga kerja paruh waktu (part time) di Aula Masjid A.R. Fachruddin lantai 1 (11/8). Sebelum berbuka, Saad Ibrahim sebagai penceramah memberikan wejangan dihadapan para undangan. “Apapun yang kita kerjakan merupakan representasi dari diri kita, maka dari itu bekerjalah sebaik mungkin,” tegasnya.

Orang yang melakukan amal soleh, lanjutnya, akan mendapatkan balasan dari Allah di akhirat nanti. Misalnya, pergi umrah atau haji dengan naik unta tentu bukan perbuatan soleh, karena waktunya jelas sangat lama. Jadi, harus naik pesawat sebagai tanda kesolehan.

Hal tersebut harus benar-benar ada dalam pikiran setiap insan muslim. Masih dalam konteks bekerja. Setiap orang yang bekerja hendaknya bekerja secara total, sehingga hasilnya baik dan maksimal. Untuk hasil terserah pada Allah. “Jangan kerja hanya untuk cari uang, karena manusia lebih mulia daripada uang, jadi jangan termotivasi uang,” imbaunya.


Tugas seorang dosen di FPP adalah membuat ”surga dunia” dengan bekerja sebaik mungkin tanpa berpikir dapat gaji berapa. Karena kalau bersyukur, ia tidak akan mengeluh dengan penghasilan yang ia terima. Tapi kalau dia mengeluh, seolah-olah ia seperti membuat “neraka dunia.” Kalau bekerja dengan orientasi ibadah, rezeki akan mengalir dengan sendirinya. ”Tetapi jika orientasinya uang, maka hanya akan mendapat kesusahan karena kurang menghayati pekerjaannya,” ungkap pria yang tinggal di Sengkaling, Malang itu. Terkadang, ketika ada orang yang berangkat pagi pulang malam, gajinya bisa lebih kecil daripada yang bekerja hanya beberapa jam saja.

Ia bercerita pernah bertemu dengan direktur salah satu perusahaan swasta di Jakarta dalam pesawat. Selama perjalanan, ia berdialog dengan direktur tersebut. Yang menarik adalah, direktur tersebut tidak membicarakan tentang kekayaan atau posisinya, padahal sepatu dan pakaiannya mencerminkan seorang pejabat. Setelah sampai di bandara Soekarno-Hatta, direktur tersebut mengatakan bahwa ia dijemput ke hotel, sehingga Saad tidak perlu menggunakan taksi. Bahkan, Saad diantar hingga ke resepsionis oleh sang direktur. “Saya merasa terharu dengan sikap yang ditunjukkan direktur tersebut, karena meski direktur, ia masih bersedia untuk membantu orang lain,” ungkapnya.

Fenomena kontras terjadi ketika ia di Masjidil Haram. Ia bertemu dengan seorang pengelola tambak. Pengelola tersebut mengatakan padanya bahwa seharusnya ia (pengelola) mengurus tambak di saat itu juga. Pengelola tersebut khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan tambaknya. Fenomena pertama memberikan contoh seorang direktur yang memberikan bantuan kepada Saad tanpa imbalan apapun dan sedikitpun. Sedangkan yang kedua, pengelola tambak tersebut masih berpikir urusan dunia ketika dalam kondisi ibadah.

Menurutnya, jika seseorang bekerja tanpa rasa syukur, maka pekerjaaanya akan sia-sia. Justru kalau orientasinya hanya uang akan membuatnya susah. Tidak hanya urusan bekerja, sedekah juga ia singgung. Saad menantang para undangan buka bersama untuk sedekah besar-besaran dengan ikhlas, karena orang yang ikhlas dalam bersedekah pasti dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih besar dan baik. 

Acara buka bersama tersebut diikuti oleh lebih dari 200an undangan, yang terdiri dari dosen dan karyawan FPP beserta keluarga, dan tenaga kerja paruh waktu. Dengan buka bersama, keakraban diantara mereka menjadi terlihat lebih kentara dan terasa. Tidak ada perbedaan karena berbaur dalam suasana persaudaraan dan kekeluargaan.

 


Shared: